SOPPENGTERKINI.COM - Masalah pelit dihadapi Rumah Potong Hewan (RPH) Gowa mendapat atensi Pusdiklat JOIN KTI dan berharap ke depan ada assesment diberikan pemerintah untuk menemukan problematika.
Peneliti senior Pusdiklat JOIN KTI mengatakan identifikasi awal ditemukan masalah diantaranya struktur tempat pemotongan sapi lokal tidak cocok. Lalu, instalasi IPAL tidak berfungsi. “Dua hal ini syarat mutlak sebagai tempat pemotongan hewan sesuai regulasi Kesmavet,” ujar Taswin.
Dua masalah ini, menurut Taswin memiliki turunan masalah misalnya, produktifitas pemotongan menurun dan melahirkan issue non ekonomis terkait perlakuan terhadap ternak potong.
Lanjut dikatakan, administrasi in-out dari RPH sebagai sirkuit mati tidak berjalan karena Perusda dan UPTD berlainanan sisi.
Persoalan lain, kata Taswin, RPH hanya melahirkan legalitas pemotongan di bawah SKPD tetapi in-out sapi ditentukan Perusda.
Baca juga:Problematika RPH Gowa Akan "Dikuliti" Pusdiklat JOIN KTI
Solusinya, masih kata Taswin perlu ada assesment untuk melahirkan blue print pemotongan ternak ruminansia di Kabupaten Gowa.
Assesment dibuat akan melahirkan rekomendasi Standar Operasional Prosedur dari hulu hingga hilir atau dari sirkuit hidup (peternak) ke sirkuit mati (RPH).
Kabupaten Gowa sangat potensial menjadi pusat pengelolaan pemotongan ruminansia mengingat lahan produktif untuk peternakan sangat luas kemudian market pemasaran sangat dekat.
Diketahui, RPH Gowa dibangun saat Syahrul Yasin Limpo memimpin Kabupaten Gowa dengan anggaran milyaran rupiah. Target memenuhi kebutuhan negara Arab dengan pertimbangan daerah ini memiliki nilai-nilai Islam tinggi berkaitan pemotongan hewan namun kini terbengkalai.(rm)
Editor: Abhy
Peneliti senior Pusdiklat JOIN KTI mengatakan identifikasi awal ditemukan masalah diantaranya struktur tempat pemotongan sapi lokal tidak cocok. Lalu, instalasi IPAL tidak berfungsi. “Dua hal ini syarat mutlak sebagai tempat pemotongan hewan sesuai regulasi Kesmavet,” ujar Taswin.
Dua masalah ini, menurut Taswin memiliki turunan masalah misalnya, produktifitas pemotongan menurun dan melahirkan issue non ekonomis terkait perlakuan terhadap ternak potong.
Lanjut dikatakan, administrasi in-out dari RPH sebagai sirkuit mati tidak berjalan karena Perusda dan UPTD berlainanan sisi.
Persoalan lain, kata Taswin, RPH hanya melahirkan legalitas pemotongan di bawah SKPD tetapi in-out sapi ditentukan Perusda.
Baca juga:Problematika RPH Gowa Akan "Dikuliti" Pusdiklat JOIN KTI
Solusinya, masih kata Taswin perlu ada assesment untuk melahirkan blue print pemotongan ternak ruminansia di Kabupaten Gowa.
Assesment dibuat akan melahirkan rekomendasi Standar Operasional Prosedur dari hulu hingga hilir atau dari sirkuit hidup (peternak) ke sirkuit mati (RPH).
Kabupaten Gowa sangat potensial menjadi pusat pengelolaan pemotongan ruminansia mengingat lahan produktif untuk peternakan sangat luas kemudian market pemasaran sangat dekat.
Diketahui, RPH Gowa dibangun saat Syahrul Yasin Limpo memimpin Kabupaten Gowa dengan anggaran milyaran rupiah. Target memenuhi kebutuhan negara Arab dengan pertimbangan daerah ini memiliki nilai-nilai Islam tinggi berkaitan pemotongan hewan namun kini terbengkalai.(rm)
Editor: Abhy