KABARSULSEL.COM - Kecantikan merupakan sebuah anugrah dari Allah yang menciptakan hamba-hambaNya yang patut untuk disyukuri. Kecantikan bisa sebagai sebuah keberuntungan dan juga sebagai ujian terhadap wanita.
Allah sangat mencintai keindahan namun ada batasan-batasan dengan hidup sederhana dan tidak berlebihan dengan menjaga dan mensyukuri nikmat Allah berupa kecantikan tidak mengandung pada unsur tabarruj (berhias dengan memperlihatkan keindahan tubuh secara berlebihan).
Pada Saman pemerintahan Arung Matoa Wajo Ke IV yang dipimpin oleh La Tadampare Puangrimaggalatung, kondisi pemerintahan di Kerajaan Wajo sangat stabil, baik dari sisi Ekonomi maupun dari sisi pertahanan dan Keamananan , hubungan persaudaran yang terjalin antara kerajaan yang satu dengan kerajaan lainnya terjalin dengan baik, salah satunya adalah Kerajaan Luwu. Inilah masa, di mana Wajo mencapai Puncak Kejayaannya.
Pada masa ini , kerajaan kerajan yang ada di Sulawesi Selatan selalu menempatkan diri dalam sebuah persekutuan dengan kerajaan lain , di bawah sebuah Sumpah persaudaraan.
Nun jauh di sana, di daerah To Riaja ( TORAJA ) atau Lempongan Bulan ada sebuah Kerajaan yang bernama Sangalla, Raja ini mempunyai Putri yang sangat Cantik. Yang bernama We Marellang, Saking cantiknya, sempat dikatakan ikan-ikan juga menyembunyikan diri karena malu saat dia sedang mencuci pakaiannya di sungai. Bahkan Kecantikannya dikatakan dapat menjatuhkan burung-burung yang sedang terbang.
Berita tentang kecantikannya menjadikannya banyak yang ingin meminangnya, salah satunya adalah kerajaan panttilang ( lokasi : ketik google ), entah apa sebabnya kesepakatan Perkawinan ini mengalami kebuntuan.sehingga tali silahturahmi yang akan disambung melalui sebuah perkawinan akhirnya berantakan, yang ada hanya dendam yang membara
Rasa yang bercampur aduk terkadang membuat orang lupa dengan segalanya, dengan mengerahkan segenap kemampuan yang dimilikinya Ma’dika Pattilang memaksakan kehendak dengan bermaksud menculik sang putri We Marellang. kondisi ini tentunya mendapatkan perlawanan dari Ma’dika Sangalla Raja Marellang
Upaya mempertahankan diri dan Keluarga tetap dilakukan walaupun nyawa sebagi taruhan, pertempuran yang tidak seimbang itu membuat Ma’dika Sanggala akhirnya terbunuh, walaupun sang putri We Marellang sempat selamat dari upaya penculikan tersebut.
Berita tentang kematian Ma’dika Sangalla Raja Marellang akhirnya sampai di telinga Datu Luwu To Sangereng Dewa Raja Dangkelali, Datu Luwu Dewa Raja sangat marah, sehingga meminta bantuan sama Arung Matoa Wajo La Tadampare , untuk menghukum Panttilang,
Maka berangkatlah pasukan Wajo yang dipimpin langsung oleh Arung Matoa Wajo La Tadampare, pasukan Wajo berangkat melalui Utting untuk memanggil Utting untuk bergabung dengan pasukan Wajo. Pasukan Utting dipimpin Arung Utting bernama La Uluwonge’ putera La Pitumatanna, kemudian sama sama bergabung dengan pasukan Luwu yang dipimpin oleh To Sangereng Dewa Raja Dangkelali
Pertempuranpun tak dapat terhindarkan, gempuran pasukan dari tiga kerajaan membuat Pertempuran dengan Panttilang tak seimbang. Ma’dika pantilangpun akhirnya terbunuh, sisa pasukan yang ada menyerahkan diri sebagai tanda takluk.
Setahun Kemudian setelah pertempuran itu. Putri We Marellang pun akhirnya di bawa Ke Wajo dan dijadikan sebagai istri dari Arung Matoa Wajo La Tadampare Puangrimaggalatung.
Sumber: Suhardiman Sunusi